Tak Memihak

Sabtu, 25 Oktober 2014

Delapan tahun, ya selama delapan tahun aku menunggu dia. Menunggu cinta yang tak pasti, cinta palsu dan kepalsuan yang membawa aku seakan sangat mencintai dia selama delapan tahun itu (sejak SMP) Tak menarik untuk terlalu diungkapakan, ini cinta biasa, bukan cinta istimewa yang seperti orang lain lihat. Tapi ini terlalu dalam untuk aku rasakan. Aku mencintainya di sisi kebodohanku, kebodohanku karena membiarkan dia lepas dari jangkauanku. Dia yang selama ini aku nanti, dan ku tunggu untuk waktu lama, namun itu cukup menyakitkan.
#flashback (4 tahun lalu SMA)
Dia sering kujumpai, menatapku di sela senda guraunya dengan temannya. Memberikan bayangan semu akan cinta yang palsu. Aku tak berputus asa menjangkau hatinya, yang terlalu tinggi untuk ku gapai. Bagaikan langit dan bumi, terlalu lebay mungkin jika diungkapkan. Kami tak pernah bertegur sapa. Saling melontar senyum pun tak pernah, hanya sesungging senyum saat dia atau salah satu dari kami tak sengaja beradu mata, itu lah saat aku begitu jatuh ke dalam cinta palsu ini.
“Ran, mau kemana?”. Tanya Bela, sahabatku.
“Ke kantin, mau ikut?”. Ajakku.
“Eh mau-mau.” Sambung Bela.
Kulihat dirinya yang ku suka, duduk di bangku panjang salah satu kantin di sekolah kami. Aku hanya memandang dia sekilas, memandang dia yang mungkin tak tahu keberadaanku ini.
“Ciee ada yang lagi seneng nih.” Goda Bela yang membuatku tersenyum kecil.
Bela tahu semua perasaanku terhadap dia yang selama ini aku cinta, Bela selalu mendukung dan memberi semangat akan cinta palsu ini. Ia tahu sekali apa yang aku rasakan.
“Apa si Bel? Dieeem” Jawabku yang kemudian menundukan kepalaku karena malu.
Kami, ya kami yaitu aku dan Bela, Duduk berhadapan Selama di kantin, dan selama itu pula aku mencuri pandang ke arahnya. Memperhatikan dia yang terlalu manis untuk ku lihat. Dia yang memberi warna di hariku, memberikan gairah di setiap langkah mimpiku, dan dia juga yang memberi mimpi palsu dalam anganku.
Masih dengan cinta palsu ini, ku pandang dia yang di seberang sana tertawa kecil bersenda gurau dengan sahabatnya. Tawanya yang khas membuatku tersenyum kecil kala itu. Sembari ku tinggalkan kantin, tak lepas pandanganku melihat dia..
Waktu terus berputar, hari demi hari ku lewati, pagi siang dan malam terus berganti. Hingga kini telah tiba di penghujung semester di sekolah kami. Aku yang masih setia menyukai dia, semakin bergantinya hari semakin aku merasa cinta ini tak memihak ku. Tak ada hal lain selain aku mengagumi dan mencintai diam-diam. Tak pernah ada kesempatan untukku bisa meraih dan menggapai hatinya, seolah waktu dan kesempatan tak memihakku untuk bisa lebih dekat dengannya. Kepalsuan besar ini membawaku dan membiarkan hatiku terhanyut akan dalamnya cinta.
Aku dan dia sering berjumpa di sekolah, seperti biasa dalam kekosongan perjumpaan seolah kami ingin bersapa satu sama lain. Namun kecanggungan ini menahan kami yaitu aku dan dia. Hanya pandangan yang berbicara akan rasa yang tak pernah terungkap, dan tak pernah terbaca. Mungkinkah dia rasa yang sama? Itulah persaan yang terus menghantuiku, mencoba menelaah di suatu sisi kehidupannya. Aku hanya bisa mengikuti alur kisah ini.
Waktu kembali bergulir, hari jam menit dan detik terlewati. Hembusan angin yang membawa cinta pun terlewati, setelah lama aku putuskan untuk tak mencintainya lagi. Kini ku coba mengenalnya sebagai teman, teman satu perjuangan di sekolah. Sekolah yang mengajariku bersikap santun, bijak dan memberiku petunjuk dengan ilmu yang ku peroleh, dan juga sekolah ini yang mengajariku bagaimana cinta palsu ini berlangsung.
Terkadang cinta itu penuh kepalsuan, hingga akhirnya aku merelakan dia bersama rasa itu lenyap dalam kenyataan yang harus kuterima. Ini menjadi kisah cinta yang mungkin hanya aku dan mereka yang ku percayai mengetahuinya, menjadikan ini lembaran kenangan di delapan tahun yang lalu.
Selesai


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
FREE BLOGGER TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS